Pontianak–Mentarikhatulistiwa.co.id-Pengungkapan 47 batang emas ilegal seberat 50 kilogram di Pontianak mengguncang Kalimantan Barat. Temuan mengejutkan ini, hasil operasi narkoba yang tak terduga, membuka tabir jaringan bisnis emas gelap bernilai miliaran rupiah yang selama ini beroperasi di bawah tanah. Emas tersebut ditemukan di gudang milik SB, pengusaha yang kini berurusan dengan KPK atas kasus penggelapan pajak. Yang lebih mengejutkan, bisnis ilegal ini diduga masih berjalan lancar di bawah kendali adik SB, Lisman Bahar, yang kini menjadi buronan polisi.
Kasus ini memicu kecaman keras dari berbagai pihak. Dr. Herman Hofi Munawar, akademisi Hukum Ekonomi dari Universitas Panca Bhakti (UPB), menilai kasus ini sebagai ujian kredibilitas penegak hukum. Ia menyoroti sejarah panjang kasus serupa yang kerap berakhir tanpa kejelasan, mengingatkan pada kasus penyitaan emas di Bandara Supadio (2014), penyitaan 4 keping emas yang “berubah bentuk” (2018), dan hilangnya 48 batangan emas murni dari proses penyidikan (2022). Dr. Herman mendesak transparansi dan penyelidikan serius, melibatkan tim investigasi lintas institusi termasuk KPK, untuk mencegah intervensi dan memastikan objektivitas.
Keberadaan Lisman Bahar yang masih misterius semakin memperkuat dugaan keterlibatan jaringan mafia emas yang kuat dan terorganisir. Desakan agar penegakan hukum tidak berhenti pada tahap penangkapan, tetapi juga membongkar seluruh jaringan dan menyita aset hasil kejahatan, semakin menggema di media sosial dan forum publik.
Kasus ini berpotensi menjadi momentum penting untuk membersihkan praktik penambangan emas ilegal (PETI) dan membongkar jaringan mafia emas di Kalimantan Barat. Namun, keberhasilannya bergantung pada komitmen dan keseriusan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dan transparan. Kegagalan dalam mengungkap kasus ini akan semakin mengikis kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Pertanyaannya kini, akankah kasus 50 kg emas ilegal ini menjadi titik balik pemberantasan mafia emas di Kalimantan Barat, atau hanya menjadi catatan kelam lain dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia?(hen)


































