Pontianak–Mentari khatulistiwa.co.id-Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan seorang oknum wartawan di Pontianak Selatan tengah menjadi sorotan. Sudianto (Aseng), pengusaha tambang nikel, melaporkan dugaan pemerasan sebesar Rp5 miliar yang dilakukan oleh oknum wartawan dan medianya. Kasus ini mengungkap sisi gelap penggunaan “senjata berita,” di mana pemberitaan negatif yang masif digunakan sebagai alat teror dan intimidasi.
Tim kuasa hukum Sudianto, Ridho Fathan SH MH, Usman Juntak SH SM, dan Fahrizal Siregar SH MH, mengungkapkan kronologi kasus ini. Sejak 25 Maret hingga 16 Juni 2025, media tersebut melancarkan pemberitaan negatif yang masif, menuduh Sudianto sebagai “cukong besar illegal mining” dan menyembunyikan emas batangan ratusan kilogram. Padahal, Sudianto menegaskan hanya bergerak di bisnis tambang nikel sejak 2014.
Meskipun tim kuasa hukum telah mengirimkan hak jawab melalui website resmi media tersebut pada 4, 7, dan 19 April 2025, hak jawab tersebut diabaikan. Oknum wartawan bahkan secara rutin mengirimkan link berita negatif tersebut ke nomor WhatsApp Sudianto. Upaya Sudianto mengirimkan hak jawab secara pribadi pada 16 April 2025 pun tak membuahkan hasil.
Merasa terintimidasi, Sudianto melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar pada 14 April 2025. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) telah diterima pada 19 Mei 2025. Sudianto juga melaporkan kasus ini ke Dewan Pers pada 21 April 2025, dan mediasi telah dilakukan pada 10 Juni 2025. Dewan Pers akan segera mengeluarkan kesimpulan hasil mediasi.
Yang lebih mengejutkan, tim kuasa hukum Sudianto memiliki bukti rekaman suara yang menunjukkan dugaan pemerasan Rp5 miliar. Pertemuan antara oknum wartawan dan Sudianto di Café Kluwi dan KFC Jalan Ahmad Yani Pontianak menjadi saksi bisu dugaan tersebut. Oknum wartawan diduga meminta uang tersebut secara bertahap, dengan meminta uang muka Rp100 juta. Ironisnya, proposal yang diberikan hanya berupa proposal meriam karbit untuk perayaan Idul Fitri, tanpa dilengkapi nomor rekening bank.
Bukti digital terkait dugaan pemerasan telah diserahkan kepada Polda Kalbar untuk penyelidikan lebih lanjut. Identitas media yang dilaporkan sengaja dirahasiakan untuk menjaga solidaritas antar wartawan dan perusahaan media. Pihak manajemen media yang bersangkutan telah dikonfirmasi, namun belum memberikan respons.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang etika jurnalistik dan potensi penyalahgunaan profesi wartawan. Penggunaan berita sebagai alat teror dan intimidasi jelas melanggar Kode Etik Jurnalistik dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta MoU antara Polri dan Dewan Pers. Redaksi tetap membuka ruang hak jawab dari media yang dilaporkan, demi menjaga keseimbangan pemberitaan.(hen)