Example floating
Example floating
Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300
KebudayaanNasional

Kasus Terorisme Menurun Tapi Intoleransi Meningkat, Ken Setiawan: Perlu Luruskan Makna Kafir

4
×

Kasus Terorisme Menurun Tapi Intoleransi Meningkat, Ken Setiawan: Perlu Luruskan Makna Kafir

Share this article
Example 468x60




LAMPUNG,Mentarikhatulistiwa.co.id-‎Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan menyampaikan bahwa Indonesia tidak mengalami serangan teroris sama sekali dalam dua tahun terakhir, yakni sejak 2023 hingga 2025.

‎Ia menyebut ini sebagai capaian penting dalam penanggulangan terorisme ditanah air.

‎Ken mengapresiasi kinerja Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri yang di nilai berhasil melakukan langkah preventif, seperti menangkap pelaku teror sebelum mereka sempat melakukan aksinya.

‎Namun disisi lain, ia mengkhawatirkan lonjakan kasus intoleransi yang justru meningkat signifikan.

‎Penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah hingga pelarangan aktifitas keagamaan masih sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia.

‎“Kehidupan kebangsaan dan keberagamaan kini mulai terancam oleh kelompok-kelompok yang intoleran.

‎Paham seperti ini berpotensi mengganggu harmoni masyarakat dan mencederai martabat bangsa ini,” tutur Ken Setiawan, Senin (4/7/2025).

‎Ia menilai upaya pencegahan terhadap intoleransi dan radikalisme tidak menjadi prioritas negara.

‎Bahkan dalam segi anggaran, kegiatan edukatif untuk mencegah intoleransi masih sangat minim.

‎“ibarat sebuah pohon, buahnya selalu dipetik tapi akarnya tetap dibiarkan maka pohon itu akan tetap berbuah setiap musim.

‎Begitulah intoleransi jika tidak diberantas dari akarnya, akan terus melahirkan ancaman baru.

‎Salah satu akar persoalan itu, menurutnya, terletak pada kesalahan memahami istilah kafir.

‎Ia menyoroti fenomena meningkatnya narasi pembenaran agama atas kekerasan terhadap pemeluk agama lain, yang dibungkus dalih agama.

‎Saat ini banyak orang tidak lagi mencari kebenaran, tapi pembenaran. Akibatnya mereka yang berbeda agama disebut musuh. Bahkan menghancurkan rumah ibadah dianggap sebagai jihad yang berpahala besar, tegasnya.

‎Padahal, lanjut Ken, Para nabi termasuk Nabi Muhammad justru dikenal sebagai pribadi yang sangat toleran.

‎Ia mencontohkan rombongan pendeta nasrani beribadah di masjid nabawi.

‎Dalam perjanjian Najran pun umat Kristiani dijamin gak beragamanya, termasuk izin mendirikan gereja, bahkan diminta membantu bila jika memungkinkan.

‎Nilai nilai toleransi seperti itu justru jarang kita temui di Indonesia hari ini, katanya.

‎Ken juga menyebutkan bahwa Kafir bukan sebutan bagi pemeluk agama lin, melainkan mereka yang menutup-nutupi kebenaran.

‎Musuh utama Nabi Muhammad di mekkah seperti Abu Lahab, Abu Jahal dan Abu Sufyan bukan karena beda keyakinan agama, tapi karena menolak ajaran keadilan sosial Islam yang mengancam posisi dan kekuasaan mereka.

‎Kafir dan musyrik bukan semata tentang siapa menyembah apa, tetapi mereka yang mempersekutukan dan menutup kebenaran dengan kepentingan, mereka yang menukar keadilan dengan kekuasaan, serta membungkus kebencian dengan dalil agama.

‎Untuk itu, ia mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Agama segera mengambil langkah strategis.

‎Salah satunya adalah meluruskan pemahaman soal makna kafir dan menyosialisasikannya melalui jaringan penyuluh agama hingga tingkat desa.

‎Jika tidak segera diluruskan, salah tafsir ini akan terus menjadi bahan bakar konflik dan memperuncing perpecahan.

‎”Kita butuh suasana yang damai meskipun berbeda beda keyakinan,” pungkasnya.

‎penulis : Ken

Publish : Red

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Example 1000x300 Example 1000x300Example 600x600Example 600x600Example 600x600Example 600x600Example 600x600Example 600x600