Example floating
Example floating
Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300Example 1000x300
DaerahHukum

Skandal BPR Duta Niaga: OJK Kalbar Diduga Lalai, Publik Menuntut Akuntabilitas!

333
×

Skandal BPR Duta Niaga: OJK Kalbar Diduga Lalai, Publik Menuntut Akuntabilitas!

Share this article

Pontianak–Mentarikhatulistiwa.co.id-Kasus kebangkrutan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Duta Niaga Pontianak telah mengungkap dugaan kelalaian fatal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Barat. Praktisi hukum Kalbar, Sobirin, S.H., dalam konferensi pers hari Sabtu lalu, menuding OJK abai terhadap lonjakan drastis rasio kredit bermasalah (NPL) bank tersebut hingga mencapai angka fantastis 90% pada Desember 2024. Izin operasional BPR Duta Niaga pun akhirnya dicabut pada tanggal 5 Desember 2024.

“NPL 90 persen tidak mungkin tercapai dalam semalam. Ini kelalaian struktural!” tegas Sobirin, menyoroti kegagalan OJK dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Meskipun UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan pengawasan ketat, OJK Kalbar terkesan pasif, bahkan ketika tanda-tanda krisis sudah terlihat sejak tahun 2020. Beberapa peraturan OJK, termasuk POJK No. 40/POJK.03/2019, POJK No. 11/POJK.03/2016, dan SEOJK No. 14/SEOJK.03/2017, yang mewajibkan pengawasan intensif untuk bank dengan NPL di atas 5%, tampaknya diabaikan.

Sobirin menunjuk beberapa pejabat OJK Kalbar, termasuk TI (Account Officer), IR (Kepala Seksi Pengawasan), dan BR (Wakil Kepala OJK Kalbar), sebagai pihak yang diduga bertanggung jawab atas kegagalan pengawasan ini. Lebih lanjut, penunjukan Agus Subardi sebagai Direktur Utama pada 2023, yang tengah sakit parah dan memiliki hubungan keluarga dekat dengan pemegang saham utama, juga dinilai melanggar ketentuan POJK No. 27/POJK.03/2016 dan POJK No. 55/POJK.03/2016 tentang Tata Kelola Bank.

Soni Asril, anggota tim likuidasi, menegaskan bahwa tindakan antisipatif dari OJK, seperti pembatasan operasional atau penggantian manajemen, dapat mencegah kebangkrutan BPR Duta Niaga. Ironisnya, penegak hukum justru menjerat pihak internal bank, sementara kelalaian OJK diabaikan.

“Ini bukan hanya krisis keuangan, tapi juga krisis pengawasan negara,” kata Sobirin, menegaskan bahwa kasus ini menjadi preseden buruk dan momentum penting untuk mengevaluasi sistem pengawasan OJK, khususnya di daerah. Publik mendesak agar OJK dimintai pertanggungjawaban hukum pidana dan perdata atas kelalaiannya, menginginkan transparansi dan akuntabilitas dalam sektor keuangan Indonesia. Kepercayaan publik terhadap sektor keuangan bergantung pada keberanian lembaga hukum untuk mengusut tuntas skandal ini.(hen)

Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Example 1000x300Example 1000x300 Example 1000x300Example 600x600Example 600x600Example 600x600Example 600x600Example 600x600Example 600x600