Jakarta ,mentarikhatulistiwa.co.id— Kisruh antara PT Riau Sakti United Plantations (RSUP) dan Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir terkait pemasangan plang “Penertiban Kawasan Hutan (PKH)” di area kantor perkebunan PT RSUP mulai menyulut perhatian nasional. Menanggapi konflik tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), sekaligus aktivis kebebasan informasi dan penggiat transparansi publik, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., meminta agar kedua belah pihak tidak saling lempar tanggung jawab tanpa menyajikan data otentik ke publik.
“Kita sedang menyaksikan tarik-menarik antara korporasi dan kejaksaan yang sama-sama mengklaim kebenaran. Satu menyatakan lahan itu sah milik mereka, satu lagi bilang sudah sesuai peta penertiban kawasan hutan. Tapi publik hanya disuguhi opini, bukan bukti,” tegas Wilson Lalengke dalam pernyataannya, Selasa, 22 Juli 2025.
Menurutnya, hal yang justru mencurigakan bukan hanya soal pemasangan plang, melainkan ketidakhadiran transparansi prosedural dari kedua belah pihak. Wilson Lalengke menilai, ketika kejaksaan mengklaim mengikuti arahan Kejati dan peta dari pusat, namun perusahaan tetap beroperasi di bawah plang PKH tanpa hambatan hukum, maka jelas ada kekacauan dalam koordinasi dan eksekusi kebijakan negara.
“Kalau benar lahan itu ilegal, kenapa aktivitas perusahaan tetap berlangsung tanpa hambatan? Tapi kalau perusahaan merasa punya dokumen kuat, kenapa tidak segera tempuh jalur hukum? Ini bukan sekadar saling klaim, tapi soal ketertiban hukum negara,” ujar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.
Wilson Lalengke yang juga dikenal sebagai pengamat dinamika kebijakan publik menambahkan bahwa kejadian ini berpotensi mencoreng wajah penegakan hukum di daerah. Ia mengingatkan bahwa kejaksaan sebagai aparat negara tidak boleh sekadar menjalankan perintah tanpa verifikasi mendalam di lapangan.
“Saya sangat prihatin jika ada aparat yang hanya menjalankan perintah tanpa klarifikasi teknis di lapangan. Kita bukan rezim komando, kita negara hukum. Pemasangan plang yang menyentuh aset produktif tanpa verifikasi menyeluruh adalah kelalaian serius,” katanya.
Wilson Lalengke juga menantang Kejati Riau dan Satgas PKH untuk membuka peta dasar, dokumen SK penugasan, serta batas koordinat kawasan hutan yang dimaksud ke publik. Ia juga mendesak agar perusahaan membuktikan legalitas lahan mereka secara terbuka agar perdebatan tidak berlarut-larut dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Ini saatnya semua pihak buka-bukaan. Jangan jadikan konflik lahan ini sebagai ajang saling gertak. Rakyat ingin tahu siapa yang benar, bukan siapa yang paling lantang bicara,” tutupnya.
Sebelumnya, PT RSUP yang merupakan unit operasional bisnis dari PT Sambu Group meminta agar Satgas PKH mengklarifikasi titik koordinat penetapan kawasan hutan yang dinilai ada kekeliruan. Atas hal tersebut, Kajati Riau melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Zikrullah, SH.,MH menyatakan bahwa lahan seluas 237.17 Hektar di PT RSUP yang telah di pasang plang oleh Satgas PKH memang masuk dalam kawasan hutan.
“Sudah diklarifikasi, penguasaan (lahan) memang masuk kawasan hutan,” kata Zikrullah, S.H., M.H. saat di konfirmasi awak media, Senin (21/7/2025).
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari pihak perusahaan terkait pernyataan yang disampaikan Kasi Penkum Kejati Riau.
PPWI Kabupaten Inhil bersama PPWI Pusat akan menyurati Kejagung untuk meminta penjelasan apakah persoalan ini murni penegakan hukum atau bagian dari konflik yang berbalut kepentingan. (TIM/Red)