Jakarta, mentarikhatulistiwa.co.id–
Perebutan kursi gubernur,bupati atau walikota sangat menarik bagi sebagian orang, mereka berlomba-lomba mengejar jabatan tersebut. Berbagai cara mereka lakukan, mulai dari pendekatan pada masyarakat langsung agar mendapat kepercayaan, supaya mereka bisa mendaftar melalui jalur independen tanpa melibatkan partai politik. Lain halnya para ketua partai mereka juga ingin menjadi bakal calon yang diusung oleh partainya. Mereka mengadakan lobi-lobi kepada pimpinan Ketua umum partai agar dipercaya menjadi utusan partai atau berkoalisi dengan partai lain yang tidak mencukupi ambang batas pencalonan. Agar mereka dapat bersatu mencalonkan diri mereka melalui koalisi partai tersebut. Tentunya ada perjanjian yang harus diikuti oleh kedua belah pihak, siapa yang akan menjadi gubernur, siapa yang menjadi wakilnya dan seterusnya.
Selain itu ada juga individu yang tidak memiliki partai tapi ingin juga maju dengan meminta ijin agar diusung menjadi bakal calon, tentunya dengan deal-deal , apakah dengan transaksional atau tidak tergantung pada partainya. Tentu partai akan melihat kapasitas dan kapabilitas bakal calon yang akan diusung. Untuk itu banyak bacalon yang meminta supaya diadakannya survey tentang dirinya apakah memiliki elektabilitas yang tinggi atau tidak, untuk melihat animo masyarakat atau untuk mengetahui apakah dirinya dikenal oleh masyarakat luas atau tidak, dipercaya masyarakat atau tidak!
Buat Pak DE ini merupakan kesempatan untuk mencoba keberuntungannya., dengan penuh percaya diri beliau ingin menjadi bacalon Bupati Koltim periode 2024-2029. Beliau tidak memiliki partai dan bukan anggota partai. Mantan orang perhubungan yang juga pengusaha asal koltim dan tinggal di Jakarta, untuk mendapatkan dukungan partai lalu diadakanlah survey, entah itu survey yang memang kapabilitasnya bisa dipercaya dan profesional atau tidak , nama beliau muncul mendapat elektabilitas yang paling tinggi diantara bacalon lain yakni 38,2% mengalahkan incumben Abdul Azis yakni hanya memiliki elektabiltas 26,6% yang lain Akbar 14,2%, Arwin Labatamba 13,4 % Ridwan Rasnapal 11,3 %. Wau, sungguh menakjubkan. Pendatang baru yang tidak memiliki partai ternyata mampu mengalahkan incumben. Ini menerik sekali.
Ternyata banyak bacalon yang melakukan survey-survey dengan bayaran yang menggoda para pembuat survey. Dengan mengharapkan agar elektabilitasnya tinggi, sehingga bisa dilirik oleh partai dan mudah mencari bantuan untuk membayar partai, dengan pertimbangan suara elektabilitasnya tinggi dipercaya oleh masyarakat, maka partai pun bersedia mengusungnya. Banyak partai yang juga tidak tahu apakah survey yang dilakukan itu valid atau tidak, jarang sekali melakukan pembanding. Begitu juga dengan para cukong-cukong yang akan memberikan bantuan apakah berupa pinjaman atau apapun lah, yang penting kalau kalah uang kembali apapun hasilnya.
Beberapa waktu lalu sekitar 2017-2018 ada orang yang tidak memiliki partai mengaku elektabilitasnya tinggi dan bersedia membayar partai untuk diusung, tetapi setelah diakan survey kembali hasilnya tidak sesuai yang diharapkan yang menyatakan bahwa dia tidak masuk
namanya dalam bursa bacalon, partai menarik dukungannya dan akhirnya ambyar. Uang habis dukungan ditarik.
Nah di tahun 2024 ini terjadi,ketika dilakukan survey oleh lembaga lain ,hasil survey nama DE tidak memiliki elektabilitas sama sekali. Namanya tidak masuk bursa bacalon yang diminati oleh masyarakat, nah kok bisa.? Tampaknya hasil surveynya harus dipertanyakan, kok namanya hilang begitu saja. Apakah lembaga survey yang dipakai adalah lembaga survey abal-abal alias tidak bisa dipercaya penuh dengan rekayasa atau justru buatan sendiri dengan mengutakatik angka sendiri. Andai saja benar adanya pasti masih memiliki suara walaupun hanya sekitar 2 atau 3 %lah. Namun justru tidak. Masih bangus kalau nilainya nol atau 0, sekian persen. Pada Hal dilakukan pada waktu yang sama yakni tanggal 10 juni. Ini artinya survey penuh rekayasa untuk mendapatkan dukungan partai dan bantuan amunisi karena hasil survey yang dilakukannya cukup tinggi mengalahkan inkumben.
Masyarakat koltim ternyata sudah cukup cerdas dalam menilai orang-orang yang akan mereka usung dan dukung untuk menjadi pemimpin mereka. Mereka tidak ingin orang yang memiliki masalah hukum, koruptor atau pembohong.(Red)