Gresik,Mentarikhatulistiwa.co id – Di kota-kota besar, kafe dan restoran biasanya selalu ramai mulai awal pembukaan hingga kini. Nasibnya moncer. Namun, berbeda dengan di Gresik. Kafe hanya bertahan kurang lebih dua tahun ramainya. Sisanya, cenderung sepi.
Salah satu pengamat ekonomi, Hendra mengamati, sudah banyak kafe di Gresik yang bertahan kurang dari lima tahun.”Contohnya kafe di kawasan Putri Cempo, dulu ramai sekarang. Tapi, lambat laun sepi bahkan sekarang ditutup. Lama kelamaan orang Gresik beralih lagi ke warung kopi,” kata Hendra.
Banyak alasan kenapa kafe sepi. Mungkin salah satunya harganya lebih mahal dibandingkan dengan warung kopi. Namun, banyak masyarakat Gresik mengaku tidak terbiasa dengan citarasa kopi kafe yang lebih beraneka ragam. Masyarakat cenderung suka kopi asli kental bahkan kasar.
Sementara itu, alasan warung kopi di Gresik makin ramai dan pernah sepi karena memang sudah menjadi sebuah tradisi.
Budaya ngopi itu muncul karena Gresik dulunya menjadi kota pelabuhan yang penting. Ngopi menjadi salah satu kebutuhan pelaut yang singgah di situ.
Tak ada satu pun pohon kopi tumbuh di wilayah pesisir ini. Namun budaya ngopi di kota penghasil semen dan sarung ini begitu kuat. Ratusan, bahkan ribuan warung kopi berjejer di seluruh penjuru Gresik.
Para pengusaha kopi Gresik ini mulai melebarkan sayapnya. Di Surabaya dikenal ‘warung gresikan’. Sedangkan di Yogyakarta ada jaringan raksasa warung kopi tradisional, Blandongan, yang dimiliki orang Gresik. Alhasil, cita rasa budaya kopi Gresik pun menyebar.
Desain warung kopi gresikan sangat khas. Biasanya terdapat sebuah bar berbentuk persegi yang mengelilingi sang barista. Di atas bar inilah segala macam rupa gorengan tersaji, mulai dari dadar jagung, pisang goreng, hingga tahu isi. Tapi jangan harap kita menemukan berbungkus-bungkus sego kucing seperti model angkringan di Jogja.
Jika lapar dapat memesan seporsi mie instan. Pada setiap bar warung gresikan juga biasanya terdapat jajaran botol kaca minuman berkarbonasi, toples kerupuk, korek gas yang digantung, dan untaian minuman instan.
Pengunjung bisa duduk di kursi kayu panjang yang mengitari bar kecil ini. Dari tempat duduk inilah kita bisa menyaksikan bagaimana barista menyeduh kopi.
Penyeduhan kopi gresikan ini biasa saja. Secangkir kecil kopi panas hitam diguyur air panas tua (sudah mendidih berkali-kali) lengkap dengan rasa super manis dan tekstur yang kental.
Sesederhana itu, namun rasanya cukup untuk membuat mata terjaga semalaman.
Salah satu warung kopi yang bisa disambangi saat ke Gresik adalah Warkop Cak Mat. Lokasinya di kawasan KIG. Meski sudah berpindah-pindah, namun penggemarnya tetap setia. Dari anak sekolah, pekerja, ASN hingga pejabat.
Menurut Hendra, selain menikmati kopi, warkop bagi masyarakat Gresik juga digunakan untuk diskusi hingga bisnis. “Bertemu rekan kerja, bisnis hingga komunitas memang tepatnya di warkop,” ungkapnya.
Di Gresik juga ada kopi Kopyok. Ini adalah kopi yang ditumbuk (dikopyok) dengan lesung dan hasilnya diseduh dengan segelas air panas. Ampas kopi yang masih kasar pun perlahan naik, mengambang dan memenuhi permukaan gelas.(har)
Home
Uncategorized
Alasan Warung Kopi di Gresik Terus Moncer, Berbanding Terbalik dengan Nasib Kafe yang Makin Redup
Alasan Warung Kopi di Gresik Terus Moncer, Berbanding Terbalik dengan Nasib Kafe yang Makin Redup
admin MK3 min read