Pontianak-Mentarikhatulistiwa.co.id-tengah menghadapi ancaman krisis sembako. Bukan karena gagal panen atau bencana alam, melainkan diduga karena ulah birokrasi yang berbelit-belit di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Pontianak. Sejak beberapa waktu lalu, kapal milik PT Mutiara Nasional Line, pemasok utama sembako, barang kebutuhan pokok, dan bahan bangunan untuk wilayah Pontianak dan sekitarnya, dilarang beroperasi. Keputusan KSOP ini memicu polemik dan kekhawatiran akan kelangkaan dan lonjakan harga barang-barang kebutuhan pokok.
Direktur PT Mutiara Nasional Line, Nofi, mengungkapkan kekecewaan mendalam atas kebijakan KSOP tersebut. Menurutnya, pelarangan ini bukan hanya merugikan perusahaannya, tetapi juga berdampak sangat signifikan terhadap perekonomian Kalimantan Barat dan kesejahteraan masyarakat. “Kapal kami terjadwal masuk ke Pontianak hingga enam kali sebulan untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan pokok. Pelarangan ini membuat distribusi terhambat, dan masyarakat yang paling merasakan dampaknya,” ujar Nofi dengan nada kecewa.
KSOP beralasan penolakan izin berlayar tersebut dikarenakan kapal PT Mutiara Nasional Line belum memenuhi persyaratan keselamatan, khususnya kurangnya beberapa perlengkapan. Namun, Nofi membantah keras tudingan tersebut. Ia menjelaskan bahwa perusahaan telah diberi tahu sebelumnya mengenai kekurangan perlengkapan tersebut dan telah memerintahkan agen untuk segera membelinya.
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Dari tiga item perlengkapan yang diminta, dua sudah kami dapatkan. Satu item lagi memang sulit ditemukan di toko-toko setempat. Kami harus memesannya dan membutuhkan waktu sekitar satu minggu,” jelas Nofi. Ia menambahkan bahwa pihak KSOP bahkan sempat memberi informasi bahwa perlengkapan tersebut tersedia di Toko Nelayan Jaya. Namun, setelah dicek, informasi tersebut ternyata salah.
Lebih lanjut, Nofi mengungkapkan bahwa PT Mutiara Nasional Line telah membuat surat pernyataan kesanggupan untuk melengkapi seluruh perlengkapan yang diminta KSOP. Surat tersebut ditandatangani langsung olehnya sebagai Direktur. “Surat pernyataan itu bukti keseriusan kami untuk memenuhi persyaratan. Namun, KSOP tetap tidak mengindahkannya,” ujar Nofi dengan nada kesal.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan efektivitas birokrasi di KSOP Pontianak. Apakah penolakan izin berlayar ini murni karena alasan keselamatan, atau ada faktor lain yang melatarbelakanginya? Pemerintah daerah dan pusat diharapkan segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini dan mencari solusi agar distribusi sembako dapat kembali lancar. Jika dibiarkan berlarut-larut, ancaman kelangkaan dan lonjakan harga sembako akan semakin nyata, dan berdampak buruk terhadap perekonomian Kalimantan Barat dan cita-cita Indonesia Emas 2045.(hen)